Entri Populer
-
Elemen Desain 1. Bentuk Adalah wujud dan konfigurasi dasar dari sebuah objek atau ruang. seringkali merupakan cara awal untuk membedakan sa...
-
PERHITUNGAN PENCAHAYAAN ALAMI KULIAH #5 Terang Langit yang dipilih dan ditetapkan sebagai dasar perhitungan. U...
-
Suprematisme ( 1913-1920an) Latar Belakang Suprematisme Suprematisme merupakan sebuah aliran seni yang lahir pada tahun 1913 di Rusia...
-
BAB I Tekstil 1.1 Sejarah tekstil Tekstil yang terbuat dari serat di mulai sejak sekitar 4.000 tahun sebelum masehi. ...
-
PERKEMBANGAN PERADABAN INDIA Peradaban Pra-Hindu pertama berkembang di daerah barat laut India. Di sini, di Lembah Indus, sekitar tah...
-
II. 1 Pengenalan seni kain di Indonesia Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia dengan lebih dari 17.500 pulau besar dan ke...
-
Peradaban Mesir kuno dimulai sekitar 3500 SM di tepi Sungai Nil . Sungai Nil dianggap sebagai simbol kehidupan. Mesir dibagi menjadi dua b...
-
APHRODITE Dikalangan dunia seni, terutama di dalam dunia seni patung, nama Aphrodite bukanlah nama yang asing lagi di telinga. Aphrodite Mer...
-
Maaf, klo sedikit aneh... soalnya pada waktu ntu saya ga paham bener ama ini mata kuliah... hahaha... semoga membantu ajah deh... :P PEMBAHA...
-
BAB II EARLY GEORGIAN ENGLAND 2.1 Sejarah Early Georgian England Munculnya periode Early Gregorian England disebabkan ol...
Total Tayangan Halaman
Jumat, 27 Agustus 2010
Prinsip Elemen Desain
- Adalah wujud dan konfigurasi dasar dari sebuah objek atau ruang.
- seringkali merupakan cara awal untuk membedakan satu objek dengan objek lainnya.
- dipengaruhi oleh:
- Dihasilkan dari GARIS, BIDANG, VOLUME, dan TITIK.
- merupakan ukuran relatif suatu benda/objek dikaitkan dengan elemen lain yang diketahui dengan pasti ukurannya.
- Macamnya:
Prinsip Desain
Suprematisme
Suprematisme ( 1913-1920an)
Latar Belakang Suprematisme
Suprematisme merupakan sebuah aliran seni yang lahir pada tahun 1913 di Rusia. Berasal dari kata “suprematis” yang berarti melawan hal-hal yang bersifat lampau dan natural.
Aliran ini merupakan perkembangan dari aliran seni lukis abstrak yang terpengaruh juga oleh aliran seni kubisme dan futurisme. Termasuk dalam aliran seni modern.
Konsep Suprematisme
Dalam pembuatan karyanya, penganut suprematisme cenderung tidak terikat pada objek. Mereka murni menggunakan perasaannya. Penggambaran objeknya divisualisasikan dengan kontras. Yang dimaksud kontras disini adalah adanya perbedaan warna antar objek yang ditampilkan dengan latar belakang ( background ) nya.
Pada awal terbentuknya aliran ini, para suprematis cenderung menciptakan sebuah lukisan berbentuk abstrak yang pembuatannya didasarkan pada bentuk-bentuk geometris, terutama bujur sangkar dan persegi panjang. Garis lurus juga menjadi aspek penting dalam pembuatan karyanya. Warna yang ditampilkan hanyalah warna monokromatik. Warna monokromatik adalah sebuah warna dasar yang ditambah dengan warna putih dan hitam.
Seiring dengan berjalannya waktu, suprematisme pun mengalami perkembangan. Baik dalam bentuk maupun warna, menjadi lebih bermacam-macam. Bentuk lingkaran dan segitiga mulai muncul dalam karyanya. Warna yang ditampilkan pun lebih banyak seperti merah, biru, kuning.
Tokoh Suprematisme
Kasimir Malevich terkenal sebagai pendiri dari aliran ini. Lahir di Rusia pada tahun 1878. Beliau sempat belajar seni di Moscow. Karya pertamanya berupa karya figuratif , bentuk manusia tubular dan latar geometris yang dipengaruhi dua gerakan seni kubisme dan futurisme. Ia juga mempraktekan teknik kolase dari kubisme dan futurisme pada beberapa karyanya.
Kemudian ia membuat lagi karya suprematisme yang menekankan aspek garis lurus dan bujur sangkar yang diletakkan miring. Pembuatan karyanya ini berdasarkan teori Bauhaus, yaitu supremasi dari perasaan murni di dalam seni.
Ia beranggapan bahwa orang awan akan dengan mudah mengerti seni baru karena universalitas symbol dan atau qualisign yang dimiliki.
Terdapat banyak tokoh yang menganut aliran ini diantaranya seniman Rusia El Lisstzky dan seniman Hungaria Malevic László Moholy-Nagy.
Berikut adalah beberapa karya yang dihasilkan oleh Malevich :
Geschilderd, 1915
Suprematismo, 1915
Whitecross,1921
Red Square and Black Square
Suprematisme Dynamique.1916
Pembahasan Karya
Karya : Kasimir Malevich
Judul : Black Square, 1915
Media : Kanvas dan Cat air.
Makna : Menggambarkan sebuah bujur sangkar hitam diatas latar yang berwarna putih. Bujur sangkar hitam mengartikan perasaan. Latar putih menunjukan perasaan yang tidak objektif atau kekosongan perasaan sehingga memberikan ekspresi perasaan murni yang penuh dan tidak memusingkan objek yang tidak berarti.
Karya : Kasimir Malevich
Judul : White on White, 1918
Media : Kanvas dan Cat air.
Lokasi : Museum of Modern Art, New York
Makna : Lukisan yang terdiri dari sebuah bujur sangkar putih di atas latar putih, hanya variasi sapuan kuas yang memungkinksan penikmat seni atau penonton membedakan bagian-bagian yang ada dalam gambar. Lukisan ini masih tidak mempunyai objek namun hanya bujur sangkar yang ada di atas latar belakang.
Daftar Pustaka
http://www.archicentrum.com/index.php
http://martinusdeny.wordpress.com/
http://www.artcrimes.net/suprematisme-1920-1927
http://nl.wikipedia.org/wiki/SupermatismeKain Songket
II. 1 Pengenalan seni kain di
Dalam perjalanan jaman, setiap suku di
Kain Tenun yang dibuat dengan teknik ikat lungsi berkembang dan menjadi ciri khas penduduk di daerah Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi dan juga di beberapa daerah di Sumatera; Kain Songket dan Ulos berkembang di sebagian besar wilayah Sumatera; Kain Batik yang tidak hanya dihasilkan di pulau Jawa, telah melekat menjadi jati diri orang Jawa; seni teknik Sulam dan Bordir yang banyak dipakai di Sumatera Barat akhirnya meluas hingga ke berbagai wilayah di Indonesia.
Dalam banyak catatan lama tertulis bahwa kain tradisional
Keragaman dan keunikan ragam hias kain tenun tercermin dengan jelas pada unsur yang terkait dengan pemujaan pada leluhur dan kebesaran alam. Setiap daerah memiliki ciri khas pada ragam hiasnya yang terkait dengan fungsi sosial budaya daerah tersebut. Dalam setiap kegiatan ritual keluarga atau agama, sepotong kain tenun hampir selalu menjadi bagian yang amat penting.
Cikal bakal kehadiran kain songket di negeri ini sebenarnya tidaklah kalah menarik. Para ahli sejarah menyatakan bahwa seni kerajinan tenun songket (gabungan antara seni tenun berbahan sutera atau benang kapas dan penambahan ragam hias dengan teknik cucuk yang mempergunakan benang emas atau perak) berkembang bersamaan dengan kejayaan Kerajaan Sriwijaya mulai sekitar abad ke-ll. Ketika itu Kerajaan Sriwijaya yang dikenal makmur sekali karena memiliki kekayaan logam mulia seperti emas dan perak, juga merupakan pusat rempah-rempah seperti lada dan pala. Selama waktu cukup lama kerajaan yang sangat strategis secara geografis ini menjadi lokasi persinggahan para pedagang dari
Berdasarkan warna dan ragam hiasnya, dahulu kita bisa membedakan status sosial si pemakai. Kain songket dengan warna hijau tua , merah tua dan kuning tua biasanya dipakai seseorang janda dan bila sudah slap untuk menikah kembali maka si janda akan memakai warna yang lebih cerah. Pada ujung songket yang disebut “Jando Berias” dan songket “Jando Pengantin” ditenun ragam hias bunga-bunga kecil yang kerap dipanggil bunga betabur, sedangkan ditengahnya berwarna hijau atau ungu polos. Karena Palembang seperti yang diceritakan diatas banyak didatangi saudagar-saudagar bangsa asing maka dengan sendirinya banyak menyerap ragam hias dari wastra yang dibawa oleh mereka. Karena itu didalam songket Palembang banyak ditenun ragam hias dengan nama yang menunjukkan asal nya seperti “Bungo Cino” dan “Bungo Pacik“.
Sejarah kain batik di
Kita tidak tahu sejak kapan tradisi membatik itu masuk ke pulau Jawa, bahkan kata batik tidak diketemukan dalam bahasa Jawa Kuno. Namun sejumlah pakar berpendapat bahwa kata batik berasal dari bahasa Melayu Kuno yakni dari kata “tik” yang berarti tetes atau menetes.
Dibanding dengan jenis kain tradisional lain, batik yang paling banyak mendapat pengaruh budaya dari Tiongkok terutama pada pola ragam hiasnya. Corak ragam hias
Dari berbagai kain Nusantara tidak bisa dipungkiri bahwa batik sebagai teknik untuk membuat ragam hias yang paling banyak memberi keleluasaan dan kecepatan dalam berproduksi dibandingkan dengan teknik ikat umpamanya. Karena itu sampai sekarang batik terus mengalami penambahan dan pengembangan ragam hias yang disesuaikan dengan selera masa kini.
Pada akhirnya kita haruslah mensyukuri bahwa sampai sekarang segala jenis kain yang dibuat dengan bermacam-macam teknik relative masih banyak dipakai oleh segala lapisan masyarakat, sebagai contoh; dalam upacara ritual pernikahan, pada acara menghadiri upacara Wisuda, kemeja resmi untuk pria, busana nasional bagi wanita dan juga sarung yang dipakai kemesjid dan tren terakhir adalah memakai bawahan atau atasan terbuat dari bahan tradisional serta keharusan memakai seragam resmi di beberapa institusi.
II. 2 Seni kain Songket
Seni kain dari Sumatera adalah Songket. Kerajinan tenun songket adalah gabungan antara seni tenun berbahan sutera atau benang kapas dan penambahan ragam hias dengan teknik cucuk yang mempergunakan benang emas atau perak. Asal mula ditemukannya songket bermula karena berkembang bersamaan dengan kejayaan Kerajaan Sriwijaya mulai sekitar abad ke-ll. Karena letak kerajaan yang sangat strategis secara geografis, maka Sriwijaya menjadi lokasi persinggahan para pedagang dari Tiongkok, India dan Arab sehingga terjadi pertukaran barang dagangan seperti rempah¬rempah dan emas untuk mendapatkan apa yang tidak mereka hasilkan antara lain benang sutera.
Berdasarkan warna dan ragam hiasnya, dahulu kita bisa membedakan status sosial si pemakai. Kain songket dengan warna hijau tua , merah tua, dan kuning tua biasanya dipakai seseorang janda dan bila sudah siap untuk menikah kembali maka si janda akan memakai warna yang lebih cerah. Pada ujung songket yang disebut “Jando Berias” dan songket “Jando Pengantin” ditenun ragam hias bunga-bunga kecil yang kerap dipanggil bunga betabur, sedangkan ditengahnya berwarna hijau atau ungu polos. Karena Palembang seperti yang diceritakan diatas banyak didatangi saudagar-saudagar bangsa asing maka dengan sendirinya banyak menyerap ragam hias dari wastra yang dibawa oleh mereka. Karena itu didalam songket Palembang banyak ditenun ragam hias dengan nama yang menunjukkan asal nya seperti “Bungo Cino” dan “Bungo Pacik“.
Penampilannya yang gemerlap dengan benang emas, dan kainnya yang halus karena berbahan dasar sutra, menjadikan kain songket sejak dulunya merupakan kain “milik” para bangsawan, sebagai salah satu lambang status kekayaan mereka. Konon ketika itu, setiap kelompok bangsawan memiliki corak motif masing-masing, untuk membedakannya dari kelompok yang lain.
Lama kelamaan, kain songket pun menjadi pakaian yang wajib dikenakan pada saat upacara adat atau upacara resmi lainnya. Ketentuan adat itu terus bertahan hingga kini. Dalam upacara perkawinan, misalnya, mengenakan kain songket menjadi keharusan dalam tradisi sebagian masyarakat Melayu.
Industri songket biasanya dilakukan dalam skala-skala rumah tangga, misalnya seperti yang dilakukan oleh perajin Silungkang, di Padang. Pembuatan songket biasanya membutuhkan waktu berminggu-minggu. Bahkan ada yang sampai enam bulan. Tergantung tehnik yang dipakai.
II. 2.1 Bahan
Pada masa dahulu, penyiapan bahan
Namun sekarang bahan-bahan itu sudah tergantikan dengan bahan-bahan buatan pabrik. Untuk benang biasa, kebanyakan para perajin saat ini menggunakan katon atau sutra, bisa juga campuran keduanya, sebagai dasar utama songket. Tapi untuk hasil yang paling bagus biasanya para perajin menggunakan sutra, untuk memperolah kain yang lebih lentur biasanya. Sedangkan benang emas yang menjadi motifnya biasanya menggunakan katon yang dicelup dengan cairan emas, yang biasanya memiliki kadar delapan karat.
II.2.2 Motif songket
Motif yang digunakan para perajin dari masa ke masa sepertinya tidak mengalami perubahan begitu banyak. Hal ini dikarenakan pada proses pembuatan songket itu sendiri. Karena rumitnya, untuk mengembangkan motifpun menjadi begit sulit. Motif hias songket biasanya berbentuk geometris atau hasil stilisasi dari flora dan fauna, yang masing-masing mempunyai arti perlambangan yang baik. Misalnya bunga cengkeh, bunga tanjung, bunga melati dan bunga mawar yang wangi yang melambangkan kesucian, keanggunan, rezeki dan segala kebaikan.
Motif benang emas yang rapat dan mendominasi permukaan kain disebut songket tepus, sedangkan yang motif emasnya tersebar disebut songket tawur. Pada tepi kain biasa dibuat motif tumpal, segitiga atau segi tiga terputus, yang disebut motif pucuk rebung. Tunas rebung yang tumbuh menjadi batang bambu yang kuat dan lentur, tidak tumbang diterpa angin ini melambangkan harapan yang baik.
II.2.3 Alat tenun
Sampai saat ini, kebanyakan para perajin masih menggunakan alat tenun tradisional warisan leluhur mereka yang terbuat dari kayu dan bambu. Alat utama dinamakan panta adalah sebuah konstruksi kayu biasanya berukuran 2 x 1.5 meter tampat merentangkan banang yang akan ditenun. Benang dasar yang dinamakan lungsin atau lusi, juga disebut tagak digulung pada gulungan dan terpasang pada arang babi di bagian yang jauh dari panta.
Perajin yang mengerjakan tenun ini duduk pada semacam bangku di bagian pangkal dari panta ini. Di depannya ada dua buah tiang yang menyangga kayu paso tempat kain yang sudah ditenun akan digulung. Jadi lungsin terentang antara gulungan dengan paso dan di antaranya terdapat satu pasang karok dan satu buah suri tergantung pada tandayan. Di kiri dan kanan penenun digantungkan tempat penyimpan skoci benang pakan dan skoci benang mas. Skoci ini dinamakan turak dan terbuat dari bambu.
II.2.3 Cara pembuatan
Pertama sekali perajin akan menggerakkan karok dengan menginjak salah satu tijak-tijak untuk memisahkan benang sedemikian rupa sehingga ketika benang pakan yang digulung pada kasali dan dimasukkan dalam skoci atau turak dapat dimasukkan dari kiri ke kanan melewati seluruh bidang karok, atau dari kanan ke kiri, secara bergantian, dan akan membentuk semacam ayaman yang ketika dipukul ke arah penenun dengan suri menjadi rapat dan membentuk kain.
Kemudian untuk membuat motif, digunakanlah benang emas. Benang emas digulung dengan kasali dan dimasukkan dalam turak. Akan tetapi jalur masukknya tidak dibuat dengan menggerakkan karok malainkan ditentukan dahulu dengan mancukie bagian-bagian tertentu dari benang lungsini dengan suatu alat sederhana dari bambu yang disebut pancukie. Tahap inilah yang sangat penting dan memakan waktu yang sangat lama karena benang lungsin itu harus dihitung satu persatu dari pinggir kanan kain hingga pinggir kiri menurut hitungan tertentu sesuai dengan contoh motif yang akan dibuat. Karena kebanyakan motif tenun adalah simetris, maka pada waktu penenun selesai membuat satu jalur makau, akan diletakkan satu batang lidi untuk menandai jalur itu sehingga dapat dipakai kembali ketika polanya kembali sama.
Karena begitu rumitnya, untuk menyelesaikan satu lembar kain songket dibutuhkan minimal empat minggu. Meski ada yang dapat dikerjakan dalam dua minggu, biasanya hasilnyapun kualitasnya kurang. Dalam pembuatan songket biasanya para perajin menggunakan tiga tehnik penyulaman. Pertama, dengan satu benang. Jadi satu persatu benang diurai ke kanan dan ke kiri. Tenhik ini merupakan tehnik yang paling lama pengerjaannya. Dan hasilnyapun tentu paling bagus. Biasanya pembuatan songket dengan mengguanakan tehnik ini membuhkan waktu tiga sampai empat bulan. Kedua, dengan tehnik benang rangkap dua. Ketika menggunakan tehnik ini para perajin menggunakan dua helai benang. Karena benangnya rangkap motif yang dihasilkannyapun terlihat lebih jarang dibanding dengan yang pertama. Ketiga, tehnik dengan menggunakan benang rangkap empat. Tentu dengan tehnik inilah, satu kain songket dapat dihasilkan dalam waktu yang cukup singkat. Namun, hasilnya lebih kaku dan motifnya nampak lebih jarang.
Secara garis besar pembuatan kain songket ini dilakukan melalui tiga tahapan. Pertama, pencungkilan, artinya tahap ini merupakan tahap pembuatan motif kain songket itu sendiri. Dengan cara memilah-milah benang dari benang songket, lama prosesnya tergantung dari kerumitan motif kain songket itu. Motif songket digambarkan dengan tuntunan lidi yang dipasang ditenunan yang disebut sebagai “dayan”.
Kedua, proses penyambungan, artinya memisahkan benang untuk pakan songket, dengan cara diuraikan untuk persiapan penenunan.
Ketiga adalah penenunan, artinya proses akhir dalam pembuatan kain songket. Sama seperti tahap pertama, lama pembuatan juga dipengaruhi oleh motif yang digunakan. Tahap ini merupakan tahap paling lama dalam pembuatan sebuah kain songket. Selain karena membutuhkan ketelitian dan kesabaran, juga diperlukanlah kecermatan dalam menempatkan benang antar benang yang dimasukkan dalam tenunan yang menggunakan undaran benang.
II.2.5 Lampiran gambar
Contoh songket :
Alat tenun songket :
II.3 Perbandingan
Seni tradisi songket sekarang sudah menyebar, walaupun begitu setiap daerah pasti memiliki ciri khas sendiri, oleh karena itu saya akan membandingkan songket dari
Ciri khas songket
Ciri khas songket Minangkabau terbuat dari benang sutera dan berwarna emas. Pada songket dituliskan kata-kata adat.kemudian digunakan pada semua kegiatan adat istiadat. Motif dari songket Minangkabau biasanya adalah dari motif-motif dari songket tua, sehingga masih terlihat bahwa songket Minangkabau merupakan songket turun-temurun.
BAB III
KESIMPULAN
III. 1 Kesimpulan
Dari data yang saya temukan, Songket merupakan karya seni dari Sumatera. Awal dari penemuan songket bersamaan dengan majunya perdagangan laut saat kerajaan Sriwijaya, sehingga terjadi pertukaran bahan
Motif dari songket itu diambil dari ragam hias yang masyarakat lihat lewat saudagar asing yang singgah ke Sriwijaya saat itu. Sehingga tak heran banyak songket yang menunjukkan asalnya.
Kemudian songket juga dijadikan alat untuk mengetahui status social seseorang. Melalui warna dan motif yang digunakan pada songket itu. Alat dan bahan
Setiap daerah memiliki ke-khas-an sendiri dan dapat dirasakan perbedaannya. Tergantung selera kita mengenai songket itu sendiri.
III. 2 Saran
Songket adalah karya seni tradisi
Kemudian, bila ada kekurangan dari makalah yang saya buat, mohon kritik dan sarannya yang membangun. Terima kasih.
III. 3 Daftar pustaka